CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Hi.. iT'z Me... ^ ShieLdA ^..

WeLcOmE To My HoMePaGe..

Sabtu, 22 November 2008

the teori


INTERAKSI SIMBOLIK

Simbolic interaction adalah sebuah pendekatan sosiologis dan metodologi untuk penelitian sosial yang menekankan pada aksi dan arti dari aksi tersebut. Obyek dan kejadian tidak mempunyai arti, kecuali pengertian yang diberikan oleh manusia dalam interaksi sosial sehari-hari. Dari keadaan inilah maka timbul istilah local meaning, yaitu pengartian suatu obyek secara lokal tergantung siapa yang memberikan arti kepada obyek tersebut. Pada artikel ini, aksi yang dimaksud adalah komputerisasi kerja. Maintanance Organization (HMO). Kejadian yang diteliti adalah komputerisasi kerja. Penelitian ini dilakukan oleh penulis di suatu tempat yang bernama Health. Penelitian ini berlangsung selama sembilan belas (19) bulan sejak bulan Februari tahun 1989. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan melontarkan beberapa pertanyaan kepada orang yang bekerja di sana, sedangkan observasi dilakukan dengan cara ’nongkrong’ untuk mengamati kejadian yang berlangsung di tempat tersebut. Teori yang digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini adalah grounded theory
Awal perkembangan interaksionisme simbolik dapat dibagi menjadi dua aliran / mahzab yaitu aliran / mahzab Chicago, yang dipelopori oleh oleh Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang dilakukan George Herbert Mead. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa diselenggarakan di dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati. Peneliti perlu mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalaman nya, dan usaha untuk memahami nilai dari tiap orang. Blumer dan pengikut nya menghindarkan kwantitatif dan pendekatan ilmiah dan menekankan riwayat hidup, autobiografi, studi kasus, buku harian, surat, dan nondirective interviews. Blumer terutama sekali menekankan pentingnya pengamatan peserta di dalam studi komunikasi. Lebih lanjut, tradisi Chicago melihat orang-orang sebagai kreatif, inovatif, dalam situasi yang tak dapat diramalkan. masyarakat dan diri dipandang sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan inti sari hubungan sosial.
Ternyata ada tiga (3) konstruksi simbolis yang muncul dari komputerisasi kerja tersebut:
• Pertama adalah pragmatic, yaitu mengartikan komputerisasi kerja sebagai suatu realism dan instrumentality. Dengan kata lain, orang-orang yang memberikan arti tersebut menganggap bahwa komputerisasi kerja adalah hal yang biasa-biasa saja dan sangat wajar, mereka tidak terlalu mendukung atau tidak terlalu menentang.
• Simbol kedua adalah pessimistic, yaitu mengartikan komputerisasi kerja diasosiasikan sebagai hal yang negatif. Dengan kata lain orang-orang ini menentang adalah komputerisasi kerja dengan berbagai alasan buruk, seperti mahal, sulit, dll.
• Simbol ketiga adalah romantic, yaitu menganggapkomputerisasi kerja sebagai suatu hal yang optimism, idealism, dan excitement. Dengankata lain orang-orang ini sangat mendukung adanya komputerisasi kerja di organisasi,karena mereka menganggap hal tersebut sangat bagus denga berbagai alasan tersendiri.

Adanya pengertian lokal reprsentasi simbol-simbol, hingga timbul dua (2) istilah:
• Profesionalisme diartikan bahwa dengan komputerisasi kerja dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, memajukan dan memodernisasi, serta meningkatkan keahlian pekerja dan keahlian.
• Sedangkan antropomorfisme menghubungkan komputer dengan karakteristik manusia, seperti jika orang malas untuk berpikir maka dapat digantikan oleh komputer, dsb.

Yang dapat mempengaruhi proses segmentasi simbol-simbol terdapat dua (2) faktor yang mempengaruhi proses tersebut.
• Pertama adalah tekanan sosial-budaya, yang berkaitan dengan lingkungan tempat simbol-simbo tersebut digunakan.
• Yang kedua adalah faktir institusi lokal dan identitas individual.

Dari penelitian ini didapatkan bahwa banyak sekali pengaruh dari representasi simbol pada level organisasi. Pengaruh yang positif antara lain adalah terciptanya lingkungan yang mendukung komputerisasi kerja, menghindari timbulnya pihak oposisi, menjamin komitmen jangka panjang terhadap komputerisasi, serta pencitraan komputer sebagai obyek yang intellegent, glamorous, dan desirable. Selain pengaruh baik, representasi tersebut juga memiliki beberapa konsukuensi yang negatif, tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap organisasi.


SOCIAL CONTRUCTION OF REALITY
Sosiologi Pengetahuan dan Konstruksi Sosial
Sosiologi pengetahuan, dalam pemikiran Berger dan Luckman (1966/1990), memahami dunia kehidupan (lebenswelt/life world) selalu dalam proses dialektis, antara the self (individu) dan dunia sosio kultural. Berger mungkin paling dikenal karena pandangannya bahwa sosiologi adalah suatu bentuk dari kesadaran. Yang menjadi pusat karya Berger adalah hubungan antara masyarakat dengan individu. Di dalam bukunya The Social Construction of Reality Berger mengembangkan sebuah teori sosiologis: 'Masyarakat sebagai Realitas Objektif dan Realitas Subjektif'. Analisisnya tentang masyarakat sebagai realitas subjektif mempelajari bagaimana realitas telah menghasilkan dan terus menghasilkan individu. Ia menulis tentang bagaimana konsep-konsep atau penemuan-penemuan baru manusia menjadi bagian dari realitas kita (sebuah proses yang disebutnya reifikasi) Konsepsinya tentang struktur sosial membahas masalah pentingnya bahasa: "sistem lambang yang paling penting dalam masayarakt manusia," serupa dengan konsepsi Hegel tentang Geist. Proses dialektis itu mencakup tiga momen simultan, yaitu eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosio kultural sebagai produk manusia), objektivasi ( interaksi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi), dan internalisasi (individu mengidentifikasi dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya).
Fase eksternalisasi dan objektivasi merupakan pembentukan masyarakat yang disebut sebagai sosialisasi primer, yaitu saat dimana seseorang berusaha mendapatkan dan membangun tempatnya dalam masyarakat. Kedua fase ini membuat orang memandang masyarakat sebagai realitas objektif, disebut juga man in society. Tahap internalisasi, yang lebih lanjut agar pranata itu dapat dipertahankan dan dilanjutkan, haruslah ada pembenaran terhadap pranata tersebut, tetapi pembenaran itu dibuat juga oleh manusia sendiri melalui proses legitimasi yang disebut objektivasi sekunder. Pranata sosial merupakan hal yang objektif, independen dan tak tertolak yang dimiliki oleh individu secara subjektif. Ketiga momen dialektis itu mengandung feneomen-fenomen sosial yang yang saling bersintesa dan memunculkan suatu konstruksi kenyataan sosial, yang dilihat dari asal mulanya merupakan hasil ciptaan manusia, buatan interaksi subjektif.
Kenyataan sosial objektif yang terlihat dalam hubungan individu dengan lembaga-lembaga sosial dilandasi oleh aturan-aturan atau hukum merupakan produk manusia itu sendiri, bukan merupakan hakekat dari lembaga-lembaga itu. Ciri coersive yang menyertai struktur sosial yang objektif merupakan suatu perkembangan aktivitas manusia dalam proses eksternalisasi atau interaksi manusia dengan struktur-struktur sosial yang sudah ada. Kenyataannya aturan sosial tersebut akan terus berhadapan dengan proses eksternalisasi. Perubahan sosial dan strukturnya akan sangat tergantung bagaimana eksternalisasi berlangsung. Perubahan sosial akan terjadi bila eksternalisasi ternyata membongkar tatanan yang sudah terbentuk. Sedangkan dalam masyarakat stabil proses eksternalisasi individu-individu akan mengidentifikasi dirinya ke dalam peranan-peranan yang sudah mapan. Peranan menjadi unit dasar dasar dari aturan-aturan yang terlembaga secara objektif. Struktur objektif masyarakat tidak menjadi produk akhir dari suatu interaksi sosial, karena struktur berada dalam suatu proses objektivasi menuju suatu bentuk baru internalisasi yang akan melahirkan suatu proses proses eksternalisasi baru.
Struktur kesadaran subjektif individu dalam sosiologi pengetahuan menempati posisi yang sama dalam memberikan penjelasan kenyataan sosial. Setiap individu menyerap bentuk tafsiran tentang kenyataan sosial secara terbatas, sebagai cermin dari dunia objektif. Dalam proses internalisasi, tiap individu bebeda-beda dalam dimensi penyerapan, ada yang lebih menyerap aspek ekstern, ada juga yang ebih menyerap bagian intern. Tidak setiap individu dapat menjaga keseimbangan dalam penyerapan dimensi objektif dan dimensi subjektif kenyataan sosial itu. Kenyataan yang diterima individu dari lembaga sosial, menurut Berger, membutuhkan cara penjelasan dan pembenaran atas kekuasaan yang sedang dipegang dan dipraktekkan.
Pelembagaan pandangan atau pengetahuan oleh masyarakat itu akhirnya memperoleh generalitas yang paling tinggi, dimana dibangun suatu dunia arti simbolik yang universal, yang kemudian disebut sebagai pandangan hidup atau ideologi. Pandangan hidup yang diterima umum itu dibentuk untuk menata dan memberi legitimasi pada konstruksi sosial yang sudah ada serta memberikan makna pada pelbagai bidang pengalaman mereka sehari-hari. Legitimasi di sini adalah proses penjelasan (unsur kognitif) dan pembenaran (unsur normatif) dari suatu interaksi antara individu.
Dengan memandang masyarakat sebagai proses yang berlangsung dalam tiga momen dialektis yang simultan dan masalah legitimasi maka kenyataan sosial itu merupakan suatu konstruksi sosial buatan masyarakat sendiri dalam perjalanan sejarahnya dari masa silam, ke masa kini dan menuju masa depan. Konstruksi sosial itu sendiri pada gilirannya berkarakter plural, relatif, dan dinamis. Dalam arti, bahwa lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat memiliki kehendak dalam membangun realitas sosial, dan setiap kehendak tersebut harus berhadapan satu sama lain dan berusaha saling mendominasi. Masyarakat dalam dunia kehidupan mereka selalu terlibat dalam usaha dominasi, oleh sebab itu pertikaian diantara kelompok-kelompok sosial sering muncul.


Positioning product, social constructions of reality, and symbolic interaction.
Dalam pemasaran, positioning adalah cara yang dilakukan oleh marketer untuk membangun citra atau identitas di benak konsumen untuk produk, merk atau lembaga tertentu. Positioning adalah membangun persepsi relatif satu produk dibanding produk lain. Karena penikmat produk adalah pasar, maka yang perlu dibangun adalah persepsi pasar. Reposisi produk sangat ditentukan dari sudut pandang mana konsumen melihat citra produk kita, apabila kita menerapkan family branding dalam mengembangkan produk, maka keseluruhan citra perusahaan akan sangat mempengaruhi citra produk.
Strategi Positioning Produk
Kemampuan untuk mengidentifikasi peluang positioning merupakan ujian yang berat bagi seorang marketer. Keberhasilan satu positioning biasanya berakar pada berapa lama produk tersebut mempunyai keunggulan bersaing. Beberapa hal mendasar dalam membangun strategi positioning satu produk antara lain :
• Positioning pada fitur spesifikasi produk
• Positioning pada spesifikasi penggunaan produk
• Positioning pada frekuensi penggunaan produk
• Positioning pada alasan mengapa memilih produk tersebut dibanding pesaing
• Positioning melawan produk pesaing
• Positioning dengan melakukan pemisahan kelas produk
• Positioning dengan menggunakan simbol budaya/kultur
Proses Positioning Produk
Pada umumnya, proses postioning produk melibatkan :
• Mendefinisikan ke segmen pasar mana produk tersebut akan disaingkan
• Mengidentifikasikan dimensi atribut dan kemasan untuk menentukan seberapa besar pasar
• Mengumpulkan informasi dari konsumen tentang persepsi mereka tehadap produk dan produk pesaing
• Mengukur seberapa jauh persepsi konsumen terhadap produk
• Mengukur seberapa besar pasar produk pesaing
• Mengukur kombinasi target pasar untuk menentukan variabel marketing dalam melakukan marketing mix
• Menguji ketepatan antara
o Daya saing produk kita dengan produk pesaing
o Posisi produk kita dalam persaingan
o Posisi vektor idela dalam marketing mix
• Positioning produk
Proses positioning untuk barang dan jasa sama saja, meskipun jasa tidak memiliki ujud fisik, namun prosesnya sama. Hanya saja karena jasa tidak memiliki visualisasi yang jelas, maka sebelum membangun positioning, kita harus bertanya kepada konsumen nilai tambah apa yang mereka inginkan dari layanan kita, mengapa mereka akan memilih jasa orang lain dibanding jasa kita ? dan apakah ada karakteristik khusus yang membedakan layanan kita dibanding perusahaan lain ?
Menuliskan nilai pembeda dari sudut pandang konsumen merupakan tahap awal proses positioning kita. Ujikan kepada orang yang belum mengenal apa yang kita lakukan dan apa yang kita jual, kemudian perhatikan ekspresi wajah merekan dan bagaiman mereka merespon kita. Pada saat mereka ingin tahu lebih banyak tentang produk kita karena mereka tertarik dengan prolog kita, maka kita sdah berada di jalur yang tepat.
Konsep Positioning
Secara umum, ada tiga tipe konsep postioning :
• Functional positions
o Pemecahan masalah
o Menyediakan manfaat bagi konsumen
o Memperoleh persepsi yang menyenangkan dari investor
• Symbolic positions
o Peningkatan citra diri
o Identifikasi diri
o Rasa ikut memiliki dan tingkat penghargaan lingkungan terhadap perusahaan
o Membangun pengaruh yang cukup kuat dalam segmen pasar tertentu
• Experiential positions
o Mampu menstimulasi sensor motorik
o Mampu menstimulasi sensor kognitif

FRAMING AND FRAME ANALYSIS


sumber: www.google.com

0 komentar: