CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Hi.. iT'z Me... ^ ShieLdA ^..

WeLcOmE To My HoMePaGe..

Senin, 31 Agustus 2009

Stres, Konflik dan Komunikasi Organisasi

Stres, Konflik dan Komunikasi Organisasi
Jika kita mendengar kata stres tentunya pikiran kita langsung mangacu pada kondisi seseorang yang sangat mengkhawatirkan . seseorang tersebut pastinya sedang dalam keadaan emosional yang tidak kondusif, mudah marah, nafsu makan berkurang.Nah kalo masalh stress mnyerang suatu Organisasi pastinya mencangkup semua anggota-anggota yang terkait di dalamnya. Otomatis adanya penurunan dalam kinerja anggota dan organisasi perlu mengidentifikasi paa penyebab masalah yang mengakitbatkan terjadinya Stres dalam Organisasi.
Menurut Heaney dan Van Ryn (1990) menjelaskan bahwa stres okupasional berkaitan dengan efek jangka-pendek seperti kecemasan kerja,ketegangan kerja, dan kepuasan kerja, dan efek jangka-panjang seperti depresi, borok, penyakit kardiovaskular dan kematian. Situasi seseorang ataupun organisasi sangat berpegaruh pada proses komunikasi yang berlangsung. Apalagi ketika kondisi emosi yang labil,dan sulit di tebak oleh lawan bicara sehingga tidak jarang kondisi stres seperti ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman.
Cara orang berkomunikasi yang stress dapat menimbulkan Stres pada diri mereka dan orang lain,dan Stres dapat memepengaruhi cara orang berkomunikasi, dapat kita buktikan dari komunikasi paralinguistik-nya. Nada suaranya yang Tinggi, volume suara yang besar seperti orang teriak-teriak. Siapapun dapat mempunyai alasan untuk marah dan pada saat yang sama kendali seseorang juga tergantung pada situasi kondisi yang ada.

Definisi Stres

Ciri-ciri komunikatif stres jelas terlihat dalam suatu definisi kontemporer mengenai stres. Stres dapat didefinisikan sebagai penderitaan jasmani,mental,atau emosional yang diakibatkan interpretasi atas suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda pribadi seorang individu. definisi ini diartikan dalam suatu model pengembangan dan pelepasan stres yang berdasarkan premis bahwa interpretasi atas suatu peristiwa adalah apa yang menimbulkan baik konsekuensi positif ataupun yang negatif. Peristiwa yang tampaknya menimbulkan interpretasi negatif yang menjelma menjadi reaksi yang menyakitkan termasuk kematian kerabat dekat,perceraian, kecelakaan, konflik dengan atasan. Dari suatu peristiwa yang memberkain dampak yang negatif dapat menjadi ancaman agenda pribadi individu.

Suatu respons stres sangat bergantung bagaimana cara seseorang menginpretasikan suatu peristiwa. Menginpretasikan suatu peristiwa berarti bahwa kita memberikan makna peristiwa itu bagi diri sendiri, yaitu respon kita terhadap maslah tersebut. Kalau kita menilai bahwa peristiwa tersebut mengancam maka sangat berpotensi menimbulkan reaksi negatif dan menyakitkan yang kita sebut dengan stres.

Kita bisa melihat dari konsekuensi negatif yang berpengaruh pada 5 kategori ,yaitu :
Jasmani
Meliputi perubahan jasmani seperti insomnia,sakit kepala, sakit leher, kejang otot, pola Mens yang tidak teratur, Asma, Impotensi, Rambut rontok berlebihan.
Emosional
Mencangkup perubahan kepribadian, kejengkelan, kecemasan, depresi, khawatir, frustasi, mudah marah.
Mental
konsentrai lemah, sikap negatif, bicara dengan diri sendiri.
Relasional
Perasaan terasing, intoleransi, kesepian, mengecam orang lain.
Spiritual
Merasa hampa, karaguan, kehilangan pegangan, sinisme, apati, tidak mau memaafkan.

Setiap peritiwa ditafsirkan sebagai ancaman yang mungkin bagi tujuan seseorang menghasilka konsekuensi negatif yang bersifat jasmani,mental,relasional,atau spiritual.


Strategi menghindari stres
3 bentuk strategi untuk menghindari stres :
1. Meminimalkan efek konsekuensi jasmani melalui kelegaan sementara
Misalnya seperti :
Pelarian
Menjauhkan diri atau lari dari peristiwa yang dianggap menimbulkan stres
Penenangan instan
Misalnya ketika serangan stres datang mulai menenangkan diri lalu tarik nafas panjang, kemudian mulai tersenyum, berdiri tegak,dan lemaskan semua otot.
Gerakan badan untuk kesenangan
Melakukan latihan jasmani, seperti olahraga, loncat, push-up.

2. Memperkuat kemaqmpuan orang untuk mengatasi konsekuensi jasmani berdasarkan basis jangka-panjang, Misalnya seperti :
Pemeriksaan kesehatan
Jika kita sudah tahu awal penyakit efeknya dapat langsung mengabil tindakan untuk mengobati jadi tidak kelewat parah.
Nutrisi yang baik
 Kurangi makan karbohidrat yang telah dihaluskan , terutama gula putih.
 Kurangi mengkonsumsi lemak,termasuk kolesterol
 Perbanyaklah makan karbohidrat kompleks,seperti biji-bijian, buah-buahan mentah, sayur-sayuran, buncis, dan kentang.
 Hindari sodium yang terlalu banyak, termasuk garam
 Minumlah enam hingga delapan gelas air setiap hari
 Makan secara teratur.
Gerak badan untuk kekuatan
Gerak badan cenderung menghasilkan tiga konsekuensi dasar yang positif : stamina, atau daya tahan, fleksibilitas, dan kekuatan.
Berjalan, berlari,berenang,lompat tali,bersepeda,dan erobik.

3. Menginterpretasikan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan kita sehingga kita dapat menyingkirkan konsekuensi mental,emosional,relasional,dan spiritual yang negative agar kita dapat hidup panjang.

Strategi Komunikatif I : PERKUAT HARAPAN
Unsur paling mendasar dari suatu kedamaian, prestasi dan keberhasilan adalah suatu perasaan yang kita sebut harapan. Harapan adalah melihat, mempersepsikan , dan menginterpretasikan kondisi hidup sedemikian rupa sehingga anda percaya bahwaapa yang anda miliki adalah mungkin untuk anda pegang, miliki atau capai.
Berbeda dengan ketiadaan harapan yang bearti mempercayai dan bertindak seakan-akan apa yang anda inginkan tidaklah mungkin untuk diperoleh. Ketidak adanya harapan bearti mendasari semua kegagalan, kekecewaan, keputusasaan, dan kehilangan. Dengan ketiadaan harapan maka muncullah kekesalan, depresi, ketakutan dan kelambanan.
Stress dapat terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari ketika pencapaian suatu harapan yang bersifat pribadi yang benar-benar kita inginkan tampakanya tidak mempunyai harapan. Usaha membuat sesuatu mungkin terjadi adalah Kekuatan nyata untuk menimbulkan harapan dalam hidup seseorang dan dalam menghadapi stress.
Penelitian mengenai “ kemujarapan-diri” ( self-efficacy ) cenderung mendukung pandangan umum tentang harapan. Ada 4 syarat dasar yang memungkinan terjadinya hal-hal yang kita inginkan :
Kita harus mempunyai pikiran yang jelas mengenai apa sesungguhnya yang kita inginkan.
Kita harus merasa bahwa kita memiliki energi memadai untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Kita harus merasa bahwa kita memiliki bakat, ketrampilan, dan kemampuan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Kita harus merasa bahwa kita akan mampu mendapatkan apa yang kita inginkan bila kita menggunakan energi dan menerapkan kemampuan kita terhadap tugas.
Kesimpulannya adalah untuk memiliki harapan anda harus yakin bahwa anda ingin mencapai suatu tujuan tertentu. Anda harus memiliki energi dan bakat untuk mendapatkannya. Kemudian anda harus memperkirakan kemungkinan dan dapat menyimpulkan bahwa tujuan akan tercapai. Pada tahap ini anda memiliki harapan.

Strategi Komunikatif II : KETERHUBUNGAN
Strategi berkembang dan tumbuh ketika kita mempunyai perasaan terisolasi dan terpisah dari orang lain. Keterhubungan adalah pengaruh yang memelihara dan secara social mendukung keluarga, kawan-kawan, tetangga, organisasi komunitas, identifikasi nasional, dan ikatan dunia.
Dukungan social adalah salah satu sumber terbesar untuk melepaskan stress. Semakin banyak penelitian menunjukan bahwa dukungan social dalam bentuk interpersonal ditempat kerja merupakan pengaruh yang kuat dalam pengurangan stress yang dikarenakan anggota-anggotanya memahami stress yang halus disuatu tempat kerja tertentu dan memberikan cara-cara untuk mengurangi stress dalam konteks interpretative yang sama. Saling kepercayaan juga dibutuhkan dan juga membutuhkan kemampuan untuk meramalkan secara tepat sejauh mana orang lain akan merespon dengan komunikasi yang sportif.
Strategi Komunikatif III : KEHATI-HATIAN ( mindfulness)
Salah satu strategi komunikatif yang paling impresif untuk mengatasi stes adalah strategi kehati-hatian. Kehati-hatian adalah seni menerima kehidupan ketika kehidupan itu datang dan menikmatinya dari saat ke saat. Kehati-hatian mendorong kita untuk hidup seolah-olah setiap saat itu penting, yang bearti bahwa setiap saat itu penting, yang bearti bahwa setiap saat harus diperhatikan, dijaga, diterima, dan dihargai.
Kehati-hatian diartikulasikan melalui 5 prinsip dasar :
 Tanpa usaha Keras (nonstriving), yang bearti membiarkan segala sesuatu terjadi alih-alih memaksanya untuk terjadi. Kita cenderung mengabaikan kemampuan diri kita sendiri dan kekuatan mental yang kita miliki sehingga kita tak dapat mengenal kekuatan-kekuatan diri sendiri, sehingga efek sampingnya tak disengaja dari dedikasi pribadi seseorang, terhadap suatu upaya yang lebih besar daripada dirinya sendiri.
 Tanpa Penilaian (nonjudging), yang dapat disimpulkan menyaksikan peristiwa kehidupan dan memperhatikan apa yang sebenarnya sedang terjadi, menerima peristiwa apa adanya.
 Perspektif terbuka, yang bearti memandang kehidupan dari suatu sudut pandang yang segar, melihat peristiwa dengan cara baru
 Kepercayaan Diri (self trust), yang bearti kesediaan untuk mempercayai dan bergantung pada pengalaman kita sendiri sebesar pada pengalaman orang lain. Kepercayaan diri mengisyaratkan memiliki kepercayaan pada kebaikan anda sendiri dan untuk menemukan kebaikan pada orang lain dan dialam semesta.
 Kesabaran, adalah menunggu dengan bijaksana. Ini menyangkut penderitaan tanpa mengeluh, melatih kesabaran ketika anda ada dibawah provokasi, dan tidak merasa terganggu oleh hambatan, penundaan, dan kegagalan. Persoalannya adalah kecerobohan mulai berkurang dan kehati-hatian mulai tumbuh ketika anda melakukan proses interpretasikan ulang, pemahaman ulang, dan penciptaan ulang peristiwa disekitar anda.

Strategi kominikatif IV : DAYA TAHAN

Karya Maddi dan Kobasa (1984) menunjukkan bahwa stres mungkin bisa diatasi melalui efek penyangga suatu kualitas kepribadian yang disebut “daya tahan” (hardiness).
Daya tahan terdiri dari seperangkat kepercayaan tentang diri sendiri, peristiwa di dunia dan interaksi antara keduanya yang berasal dari tiga faktor, yaitu:
 Komitmen
Bila kita memiliki rasa percaya diri bahwa kita dapat menemukan sesuatu yang menarik atau penting mengenai apa yang sedang kita lakukan, maka kita dapat dikatakan telah memiliki komitmen. Pada saat seseorang telah memiliki komitmen terhadap dirinya sendiri, maka nasib baik akan menggerakkan kita.
Bila tidak ada komitmen, keterasingan dan kebosanan yang kronik akan dialami, yang akan menimbulkan kehampaan dan kelambanan.
 Kontrol
Bila kita percaya bahwa kita dapat mempengaruhi segala hal yang terjadi di sekitar kita dan kita juga punya kemauan untuk bertindak berdasarkan kepercayaan tersebut maka kita dikatakan telah memiliki kontrol. Menurut Hobbs (1987) Kemandirian adalah inti manajemen waktu karena ia menghasilkan kepercayaan pada penilaian sendiri untuk melaksanakan kontrol yang paling layak atas peristiwa terantisipatif yang dipilih. Tanpa kontrol maka kita akan merasa lemah atau menjadi korban keadaan.
 Tantangan
Bila kita menganggap hidup yang paling baik dijalani adalah dengan memperjuangkan perkembangan yang memungkinkan adanya gangguan dan kegagalan yang akan menjadi pengalaman dan membuat kita menjadi belajar dan tumbuh, maka kita telah memiliki naluri menyenangi tantangan. Gardner (1963) mengatakan bahwa “tidak ada belajar tanpa kesulitan atau usaha. Bila kita mau terus belajar maka kita harus menanggung kegagalan sepanjang hidup kita”. Tanpa tantangan kita akan berpikir hidup yang terbaik adalah hidup yang selalu nyaman, mudah, dan aman. Dengan anggapan seperti itu maka apabila terjadi ancaman dalam hidup kita itu akan menghasilkan perasaan stres.

Mengatasi stres dengan daya tahan berarti mengembangkan komitmen, melaksanakan kontrol, dan menemukan tantangan dalam hidup (Kobasa, 1982). Sejumlah bukti menunjukkan bahwa daya tahan membuat orang mencari dan terbuka terhadap dukungan social dan komunikasi interpersonal yang lebih suportif.
Komitmen yang otentik menyangkut keterlibatan dalam kegiatan yang dianggap menarik dan penting bagi kita. Lalu kunci bagi pelaksanaan control adalah mempengaruhi hal-hal yang dapat dipengaruhi dan beradaptasi dengan hal-hal yang dapat dipengaruhi. Pengenalan atas perbedaan adalah hal penting dalam mengembangkan kontrol. Dan tantangan adalah bagaimana mengubah kesulitan menjadi suatu peluang yang positif.
Perkembangan daya tahan bergantung hampir seluruhnya pada penafsiran ulang atas keadaan yang menimbulkan stre hingga orang dapat mengganti perasaan terasing, lemah dan ancaman dengan rasa komitmen, kontrol dan tantangan.


Strategi Komunikatif V : KESEDIAAN MEMAAFKAN

Henry Wadsworth Longfellow menulis dalam Driftwood (1857), bahwa “bila kita dapat membaca sejarah rahasia musuh kita, kita akan menemukan dalam kehidupan seseorang kesedihan dan penderitaan yang cukup untuk menghentikan permusuhan.”
Kesediaan memaafkan adalah salah satu cara pengurangan dan pelepasan stres dalam kehidupan kita karena hal itu menyangkut redanya kebencian. Dengan kita menyatakan kesediaan untuk memaafkan maka itu akan memperkuat diri kita sendiri, kita dapat menemukan kedamaian, ketenangan bahkan kenikmatan dalam hidup.
Tindakan memaafkan dapat menjauhkan kita dari stres karena apabila kita bermaksud untuk membalas perlakuan negatif orang lain terhadap kita maka itu akan menimbulkan stres terhadap diri kita sendiri. Karena kebencian dapat merusak cara kita berkomunikasi dan cara kita menjalani hidup. Dalam semangat komunikatif yang mengandung kesediaan memaafkan itu, kita keluar dari peran kita sebagai korban dan mencoba memahami orang tersebut, terlepas dari kata-kata dan tindakannya.
Stres dilepaskan ketika kita memilih untuk menafsirkan peristiwa tanpa menilai dan memusatkan perhatian pada apa yang terjadi di belakang kata-kata dan tindakan orang lain.


KONFLIK

Konflik adalah suatu “perjuangan yang diekspresikan antara sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung, yang mempersepsi tujuan-tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang langka, dan gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka”.
Tanda-tanda awal konflik mungkin terlihat dalam peningkatan intensitas ketidaksepakatan di antara anggota-anggota kelompok. Komentar-komentar yang sebelumnya netral bernada tidak ramah. Bila anggota-anggota suatu kelompok mempunyai tujuan bersama, kemungkinannya kecil bahwa konflik akan berkembang.
Jadi, konflik dapat dicegah dengan menunjukkan bahwa imbalan-imbalan tersebut lebih banyak tersedia daripada yang diduga. Ada 5 jenis konflik pribadi :
1. Pesaing atau pejuang gigih.
Orang yang menggunakan gaya ini mengejar kepentingannya sendiri secara agak zalim dan pada umumnya dengan mengorbankan anggota-anggota lain kelompok. Orang tipe ini memandang kekalahan sebagai suatu tanda kelemahan.

2. Kolaborator atau pemecah masalah.
Orang yang menggunakan gaya ini berusaha menciptakan situasi yang memungkinkan tujuan semua kelompok dapat dicapai. Orang ini berusaha menemukan solusi yang dapat diterima semua pihak dengan lapang dada.

3. Kompromiser atau pendamai penyiasat.
Orang yang menggunakan gaya ini berasumsi bahwa setiap orang yang terlibat dalam suatu pertentangan mampu menerima kekalahan, dan ia berusaha membantu menemukan suatu posisi yang dapat dijalankan. Suatu pola “mengalah” makmur berkembang biak disini.

4. Akodomator atau penolong ramah.
Orang yang menggunakan gaya ini kurang tegas dan cukup kooperatif, mengabaikan kepentingannya sendiri demi kepentingan orang lain. Orang ini merasa bahwa keselarasan harus ditegakkan dan bahwa kemarahan dan konfrontasi adalah buruk.
5. Penghindar atau penurut impersonal.
Orang yang menggunakan gaya ini cenderung memandang konflik sebagai tidak produktif dan sedikit menghukum. Maka orang tipe ini memilih untuk menjauhi situasi yang tidak nyaman dengan menolak untuk terlibat. Hasilnya, kecenderungan komitmen yang sangat sedikit terhadap tindakan mendatang.


INTEGRASI

Tujuan pengambilan keputusan yang integratif adalah untuk memperoleh consensus. Dasar filosofis consensus adalah bahwa perbedaan dalam berpikir, merasa, dan berperilaku paling baik diselesaikan dengan memasukkan pandangan semua pihak ke dalam suatu keputusan atau rencana.

Perbedaan dalam pemahaman dapat dikelola dengan 3 cara :
1. Dengan menentukan apa yang orang atau pihak lain maksudkan.
2. Dengan mengecek keabsahan bukti dan penalaran.
3. Dengan mengidentifikasi suatu nilai atau tujuan yang lebih mendasar, yang kadang-kadang disebut tujuan yang unggul.

Perbedaan yang didasarkan pada perasaan dapat dikelola dengan 5 cara :
1. Dengan meningkatkan penghargaan diri orang-orang yang bertentangan dengan anda.
2. Dengan menciptakan suatu atmosfer penelitian.
3. Dengan melibatkan setiap anggota kelompok dalam diskusi.
4. Dengan menggunakan ringkasan untuk menunjukkan kepada kelompok apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai.
5. Dengan menyediakan peluang untuk menyatakan perasaan.





2 komentar:

Anonim mengatakan...

terima kasih mbak atas artikelnya.

Dwi Andi mengatakan...

kayaknya aku kenal ma rudihartadi yang ini dah....